Senin, 08 September 2014

gak ada judul

Setelah hampir 3 bulan mengecap tawa bersama keluarga, kini langkahnya kembali gontai.
Ketakutan kembali terpasang di raut wajahnya seolah malaikat telah mengambil sinar ketenangan dalam jiwanya. Rasa takut, kecemasan, dan waspada, selalu itu yang menghiasi harinya sejak mentari membuka mata hingga rembulan hendak kembali memeluknya di peraduan.

Hal ini telah ia rasakan selama lebih dari satu dasawarsa yang lalu, dan kini ketika usianya merambah tiga dekade, kejadian serupa terulang lagi dan tololnya hal itu terjadi karena alasan yang sama.
Amarah berkecamuk di batin tenangnya, mengapa dia tidak pernah mendapat kebahagiaannya?
Kenapa seolah kebahagiaan hidupnya tergantung satu sosok manusia tak berguna seperti dia?
Apa salahnya hingga dia harus menanggung semua dosa dari manusia biadab itu?
Ketika masih kecil dia harus terima dibesarkan dalam lingkungan yang sarat dengan pertengkaran. Pukulan, adu mulut sudah menjadi santapan hariannya.
Dan kini ketika dewasa, kenapa dia harus kembali menanggung beban dari dosa yang tidak dia perbuat?
Apa salahnya???

Ketakutan kini seolah menjadi selimutnya..
Kebencian kini merasuki seluruh jiwanya..
Apa salahnya?
Kenapa dia harus mengalami semua itu?

Andai manusia dapat memilih ingin terlahir seperti apa, tentu ini bukanlah pilihannya..
Dia hanya ingin kebahagiaan bersama keluarganya, bukan ketakutan, kebencian, seperti yang dia rasakan sekarang ini...

2 komentar:

  1. hidup tak selamanya indah, pasti ada pasang surut. Mungkin ini saatnya kita menjadi lebih kuat dari sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. memang benar mbak @atanasia_rian hidup tak selamanya indah, ujianlah yang menjadi penentu seberapa hebat kita mengemban kewajiban sbg umatNya yg selalu bersyukur

      Hapus